A.
Latar Belakang
Seiring dengan tumbuh
kembangnya seorang anak, tentunya banyak pihak yang mempengaruhinya. Pertama
dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan agama, dan
lingkungan pergaulan. Dalam hal ini, pemakalah akan membahas mengenai
lingkungan pendidikan, yang berfokus dengan pendidikan karakter dalam
pembelajran Qur’an dan Hadits MTs-MA. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan dua pihak sekaligus. Pihak pertama subjek pendidikan, yaitu pihak
yang melaksanakan pendidikan, sedang pihak kedua adalah objek pendidikan, yaitu
pihak yang menerima pendidikan. Bagaimanakah pendidikan karakter itu? Lebih lanjut akan di uraikan dalam pembahasan makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian,
tujuan dan dasar pendidikan karakter ?
2.
Bagaimana perkembangan dan prinsip karakter pribadi Islami?
3. Bagaimana konsep pendidikan berkarakter dalam
pembelajaran Qur’an dan Hadits MTs-MA?
C.
Pembahasan
A. Pengertian,
Tujuan Dan Dasar Pendidikan Karakter
1.
Pengetian pendidikan karakter.

Dari segi etimologi,
karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai
dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku
jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
berprilaku sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Sedangkan dari segi istilah, karakter sering dipandang sebagai cara berfikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusan yang ia buat.
Pendidikan karakter adalah
suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk nilai-nilai
tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin membentuk individu menjadi
seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya,
dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan.
Dengan demikian pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada
pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya,
sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama.
2.
Tujuan Pendidikan Karakter
Manusia secara natural
memang memiliki potensi didalam dirinya. Untuk bertumbuh dan berkembang
mengatasi keterbatasan manusia dan keterbatasan budayanya. Di pihak lain manusia juga tidak dapat abai terhadap
lingkungan sekitarnya. Tujuan pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam
kerangka gerak dinamis diakletis, berupa tanggapan individu atau impuls natural
(fisik dan psikis), sosial, kultural yang melingkupinya, untuk dapat menempa
dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada dalam dirinya
berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi manusiawi. Semakin
menjadi manuusiawi berarti membuat ia juga semakin menjadi makhluk yang mampu
berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan
otonomi dan kebebasannya, sehingga ia menjadi
manusia yang bertanggungjawab.
Pendidikan karakter
lebih mengutamakan pertumbuhan moral
individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan
karakter merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Peranan nilai
dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai
kebebasan individu merupakan kedua wajah pendidikan karakter dalam lembaga
pendidikan.
3.
Dasar Pembentukan Karakter
Allah
SWT menegaskan dalam firman-Nya, al-Quran al-Kariem pada surah al-Ahzab ayat
21, sebagai berikut :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا . (الأحزاب)
Artinya
: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab 21).
Imam
Ibnu Jarier Ath-Thobariy, mufassir generasi awal memberi catatan khusus
berkenaan dengan ayat di atas:
قال إبن جرير الطّبري : يقول لهم جلّ ثناؤه : (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُوْلِ اللهِ أسْوَةٌ حَسَنَةٌ): أن تتأسوابه وتكونوا معه حيث كان، ولا
تتخلَّفوا عنه(لِمَنْ كانَ يَرْجُو اللَّهَ) يقول: فإن من يرجو ثواب الله ورحمته
في الآخرة لا يرغب بنفسه، ولكنه تكون له به أُسوة في أن يكون معه حيث يكون هو.
(الطبري ص 235 من الجزء العشرين)
Bahwa Allah SWT, dengan ayat ini kembali menegaskan
kepada kita selaku ummatnya untuk senantiasa membangun/menteladani Rasulullah SAW dan hendaknya kita terus ada bersamanya di setiap hal dan
kondisi di manapun berada dan jangan sekali-kali kita menentang atau
menyelisihinya. Lebih jauh, dalam tafsir itu, sang Imam -radiallahu ‘anhu-
saat mengulas firman-Nya “Bagi orang-orang yang mencari ridho Allah SWT”
ini ditafsirkan ialah sebagai “Sesungguhnya bagi orang-orang yang ada
keinginan untuk mencari ridho dan pahala-Nya semata-mata, menuju rahmat dan
kasih sayang-Nya untuk kelak di akhirat, maka tidaklah dia sendirian, tetapi
paling tidak, bahwa dalam diri Muhammad itu ada teladan yang baik (uswah) bagi
seseorang selama orang tersebut berusaha untuk senantiasa ada bersamanya”.
Oleh karena itu,
pendidikan karakter sangatlah penting mengingat betapa sempurnanya akhlak
Rosulullah yang sehingga mengharuskan kita untuk menirunya. Dan untuk menirunya
kita dapat mengaplikasikannya dalam pendidikan.
B. Perkembangan dan prinsip pendidikan karakter pribadi Islami
Karakter dalam Islam
sering disebut dengan akhlaq berasal dari bahasa Arab yakni jama’ dari khulqun
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at, tata krama,
sopan santun, adab dan tindakan. Kata akhlaq juga berasal dari kata kholaqa
atau kholqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq
yang artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata al-khaliq
yang artinya pencipta dan makhluq yang artinya yang diciptakan.
Ibnu Masykawaih (w.
421 H/ 130 M) yang terkenal sebagai pakar bidang akhlaq terkemuka
mengatakan: “akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa melakukan pemikiran dan
pertimbangan.”
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan: “akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Maka dapat disimpulkan akhlaq
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran serta dilakukan tanpa paksaan dan ikhlas
semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala.
Pendidikan karakter
atau pendidikan akhlaq sebagaiman dirumuskan oleh Ibnu Masykawaih dan dikutip
oleh Abudin Nata, merupakan upaya terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong
secara spontan akhirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlaq ini, kriteria benar dan salah untuk menilai
perbuatan yang muncul merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam.
Tujuan pendidikan sebenarnya adalah mengarahkan kepada
pembentukkan generasi baru (generasi yang beriman dan berpegang teguh
kepada ajaran-ajaran Islam yang benar) dimana generasi baru itu bekerja untuk
memformat umat ini dengan format Islam dalam semua aspek
kehidupan. Oleh karena itu, sarana yang digunakan untuk mewujudkan tujuan
tersebut terbatas pada perubahan terbatas pada perubahan tradisi pada umumnya
dan pembinaan para pendukung dakwah agar komitmen dengan ajaran-ajaran Islam,
sehingga mereka menjadi teladan bagi orang lain dalam berpegang teguh kepada-Nya,
memelihara dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya.
1. Perkembangan
kepribadian Islami
Dalam pengembangan kepribadian Islam, hal yang
paling utama adalah pengembangan qalb
(hati).Hati yaitu tempat bermuara segala hal kebaikan ilahiyah karena
ruh ada didalamnya. Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk
seseorang. Rasululullah SAW bersabda:” ketahuilah bahwa dalam jasad terdapat
mudghah yang apabila baik maka baik pula sluruh anggota tubuh dan apabila rusak
maka rusaklah seluruh tubuh.ketahuilah bhwa mudghah itu qalb."( HR.Al
Bukhari dari an nu’man bin basyir). Qalb jika dirawat dan dikembangkan potensinya,cahayanya akan melebihi sinar
matahari. Ia akan menjadi obor sepanjang zaman. Pada pembahasan inilah hakikat
pengembangan islam dan mengingat kedudukan hati yng begitu penting, maka unsur
pembuka (ladang subur) pembahasannya adalah pendekatan agama.
Pada tahap selanjutnya adalah pengembangan Jism
( fisik). Fisik adalah badan dan seluruh anggotanya dapat dilihat dan diraba
serta memiliki panca indera sebagai alat pelengkap. Rasulullah saw bersabda : “
mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dibandingkan mukmin yang
lemah...” (HR. Muslim). Untuk mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan
selama hidup, maka berikut dikutip dari Al-Qur’an tahap-tahap penciptaan
manusia.
Allah swt. Berfirman dalam surah Al-Mu’minuun:
12-16 yang artinya:
“dan Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.(12)
kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim).(13) kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.(14)
Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan
mati.(15) Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu)
di hari kiamat.(16)” (QS. Al-Mu’minuun: 12-16)
Ayat-ayat tersebut
menginformasikan asal-usul manusia lengkap dengan batasan-batasan, yaitu
dibatasi oleh tanah dari segi fisik dan dibatasi oleh kekuasaan Tuhan dari segi
qalb. Manusia yang
unggul adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi fisik dan psikis.
Mencegahnya dari hal-hal yang merusak dan mampu menyembuhkannya jika sudah
terlanjur sakit.
Sedangkan
dampak dari rusak (sakit) nya qalb dan jism berdampak pada nafs (psikis).
Psikis adalah jiwa, yaitu tempat yang memunculkan gejala yang teraktualisasi
dalam bentuk perilaku (amaliah). Jiwa bisa sehat, sakit, atau hanya sekedar
terganggu, tergantung dari aspek mana yang paling dominan pengaruhnya. Pepatah
arab mengatakan : “tingkah laku lahir itu menunjukkan tungkah laku batin”,
artinya kondisi nafs dapat dilihat dari bagaimana seseorang berperilaku. Orang
yang sedang cemas dan gelisah dapat dilihat dari raut wajahnya yang kusut.
Orang yang sedang marah atau malu dapat dilihat dari matanya yang memerah dan
sebagainya. Dengan demikian, pengembangan kepribadian merupakan suatu proses yang
dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan
tingkah laku apa yang akan menjadi aktual dan terwujud.
2. Prinsip Pendidikan Karater Islami
a.
Robbaniyah
Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam Islam
mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk
dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tak perlu
dinyatakan lagi bahawa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah
pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim
dengan niat untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata merupakan ibadah serta selalu berpegang teguh kepada sunnah
Nabinya Sholallohu ‘Alaihi Wasalam.
b.
Syumul & takamul
Pengarahan yang islami mensifati dengan ke-universalan
dan paripurna dalam setiap hal yang dibutuhkan oleh setiap manusia baik itu
yang bersifat duniawi ataupun ukhrawi. Yang dimaksud universal disini
adalah mencakup:
1.
objektifitas dalam memandang hal dunia dan
akhirat serta tidak memisahkan antara keduanya,
2.
kemanusiaan karena mencakup semua manusia
3.
fitrah karena adanya kesesuaian antara jasad
dan ruh
4. sesuai zaman dan tempatnya karena tidak menitik beratkan pada zaman tertentu,
akan tetapi kekal sampai hari akhir.
c.
Tawazun
Adanya kesesuaian antara hak jasad dan ruh,
makhluk dan kholiq, hak keluarga, serta hak pribadi dan orang lain.
d.
Tsabaat
Tak bisa disangkal bahwa kekuatan iman di
dalam hati seseorang akan membuatnya enggan terhadap kesenangan dan kekayaan
duniawi serta meneguhkan hati dalam menghadapi godaan dan keinginan. Maka ia
pun selalu menjaga kehormatannya serta menunaikan amanah.
e.
Waqi’iyah
0 komentar:
Posting Komentar